Minggu, 25 Mei 2014

Undang-undang tentang kejahatan di dunia maya

Fenomena Kejahatan Penipuan Internet dalam Kajian Hukum Republik Indonesia
Rabu, 02 Januari 2013 00:00

Oleh: Ny. JUSRIDA TARA, SH., M.Hum.

I. PENDAHULUAN
Teknologi informasi dan komunikasi terus berkembang seiring dengan perkembangan pola berfikir umat manusia sebagai mahluk sosial yang mempunyai naluri ingin tahu, ingin mengenal, ataupun berkomunikasi. Inovasi dibidang teknologi informasi dan komunikasi telah berhasil menemukan dan menciptakan antara lain telepon, handpone, komputer dan internet. Perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi seperti internet, maka manusia dapat mengetahui apa yang terjadi didunia ini dalam hitungan detik, dapat berkomunikasi dan mengenal orang dari segala penjuru dunia tanpa harus berjalan jauh dan bertatap muka secara langsung. Inilah yang dikenal orang dengan sebutan dunia maya atau Cyber Space. Perkembangan teknologi informasi ini banyak manfaat yang positif dalam memudahkan umat manusia untuk melakukan kegiatan-kegiatan melalui dunia cyber, seperti: e-travel yang berhubungan dengan pariwisata, e-banking yang berhubungan dengan perbankan electronic mail atau e-mail, e-commerce yang berhubungan dengan perdagangan.

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi disamping memberi manfaat bagi kemaslahatan masyarakat, disisi lain memiliki peluang untuk digunakan sebagai alat untuk melakukan kejahatan. Kejahatan yang dilakukan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dapat terjadi pada kejahatan biasa maupun yang secara khusus menargetkan kepada sesama infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi sebagai korbannya, dimana dampak dari kejahatan yang muncul dari penggunaan teknologi informasi dan komunikasi secara negatif dapat menyebabkan runtuhnya sistem tatanan sosial, lumpuhnya perekonomian nasional suatu negara, lemahnya sistem pertahanan dan keamanan serta juga dapat memiliki peluang untuk digunakan sebagai alat teror.

Dampak negatif pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi tersebut sesungguhnya dewasa ini dan pada masa mendatang patut mendapat perhatian kita dengan seksama, khususnya dengan mencermati kejahatan dunia maya baik kejahatan yang bersifat konvensional yang difasilitasi oleh teknologi canggih maupun muncul dan berkembangnya kejahatan baru (new crime) dengan teknologi canggih tersebut. Sektor perbankan yang dewasa ini mengembangkan electronic banking transaction pada hakekatnya merupakan mekanisme transaksi jarak jauh dilakukan tanpa saling bertemu secara fisik antara konsumen (nasabah) dengan penyedia jasa bank. electronic banking transaction digunakan untuk memberikan kemudahan, fleksibilitas, efisiensi dan kesederhanaan pelayanannya. Pada sisi lain. Electronic banking transaction tidak dapat dihindari akan munculnya kejahatan baru (new crime) yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang dengan membawa akibat kerugian yang tidak kecil bagi masyarakat dan bahkan negara, misalnya pembobolan keuangan diperbankan yang menimbulkan kerugian bagi nasabah dan pencurian bahan informasi milik nasabah. Internet merupakan sarana yang dipergunakan pelaku-pelaku tersebut.

Kejahatan menggunakan sarana internet memiliki karakteristiknya tidak hanya lingkup nasional namun juga bersifat global oleh karena dapat menembus ruang dan waktu, tidak ada batas negara, tidak mengenal yurisdiksi, dan dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja. Mencermati perkembangan pesat kejahatan berbasis teknologi informasi dan komunikasi seperti halnya kejahatan dengan menggunakan internet, kita dihadapkan suatu kenyataan bahwa hukum sepatutnya mampu mengimbangi pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi khususnya kejahatan menggunakan internet seperti internet fraud, paling tidak jangan sampai tertinggal sehingga tidak mampu/tidak dapat mengatasi kejahatan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

II. KRIMINALISASI KEJAHATAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
Kemunculan internet dapat dikatakan merupakan hasil dari revolusi informasi yang sangat mengagumkan, membanggakan oleh karena secara mendasar mengandung ciri praktis dan memudahkan, baik untuk penggunaan secara orang perorangan maupun organisasi atau institusional, dalam berbagai aspek kehidupan. Ciri tersebut tidak terlepas dari kekuatan dan kecepatan internet dalam tatanan operasionalnya yang antara lain dapat menembus ruang dan waktu. Dengan ciri dan sifat internet yang demikian itu, maka patut dicermati bahwa penyalahgunaan internet membawa dampak negatif dalam bentuk munculnya jenis kejahatan baru seperti:

hackers membobol komputer milik bank dan memindahkan dana secara melawan hukum;
pelaku mendistribusikan gambar pornografi anak;
teroris menggunakan internet untuk merancang dan melaksanakan serangan;
penipu menggunakan kartu kredit milik orang lain untuk berbelanja di internet.

Uraian berikut ini bukanlah untuk mengupas segi teknis operasionalisasi electronic banking dengan menggunakan internet banking, namun membatasi pada kejahatan dengan penggunaan sarana internet.

Internet fraud dapat dikatakan merupakan kejahatan yang berbasis komputer. Pada umumnya perbuatan penipuan adalah suatu kejahatan konvensional yang dilakukan di dunia nyata. Namun karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, maka modus operandi kejahatan penipuan beralih menggunakan pemanfaatan teknologi tersebut dan dampaknya juga ada pada dunia nyata seperti adanya pihak atau korban yang dirugikan baik manusia orang perorangan maupun organisasi atau instansi.

Internet Fraud atau tindak pidana penipuan melalui media internet telah merambah di Indonesia, dengan korban warga negara asing ataupun warga negara Indonesia. Dari sudut penegakan hukum atas internet fraud, masih dihadapkan pada perbedaan pendapat, yakni ada yang berpendapat bahwa kejahatan ini termasuk dalam wilayah kejahatan dunia maya dan sebagian lagi menyebutkan bahwa kejahatan tersebut adalah kejahatan konvensional yang ada aturannya didalam KUHP. Mencermati fenomena kejahatan internet fraud tersebut dan memahami bahwa Indonesia sebagai negara hukum, maka fenomena tersebut seyogyanya perlu ditanggulangi agar penegakan hukum lebih efektif dan berkepastian hukum. Kriminalisasi internet fraud akan dapat memperkuat sistem hukum pidana selaras dengan asas legalitas dan memperhatikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman didalam Pasal 16 ayat 1 menegaskan bahwa ”Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Disamping itu, kebijakan kriminalisasi internet fraud tersebut harus dapat menjaga kepentingan hukum baik nasional maupun internasional/multilateral dalam kerangka kerjasama pemberantasan kejahatan yang berdemensi lintas batas negara.

Berkenaan dengan upaya untuk penanggulangan fenomena meningkatnya internet fraud, maka pilihan kebijakan antara lain dapat dilakukan melalui pendekatan legislasi, misalnya menyempurnakan atau mengamandemen Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), membuat peraturan perundang-undangan tersendiri mengenai kejahatan teknologi informasi dan komunikasi dan sebagainya.

III. ATURAN HUKUM DALAM BENTUK PERUNDANG-UNDANGAN
Ada ungkapan hukum yang terkenal ”hukum ketinggalan dari peristiwanya” (Hinkt Achter de Feiten Aan), hukum yang dimaksud disini adalah peraturan perundang-undangan. Hal tersebut diatas tentunya terkait dengan kebijakan kriminalisasi yang berhubungan dengan kejahatan dunia maya.

Kebijakan untuk melakukan kriminalisasi memerlukan:

harmonisasi materi atau substansi tindak pidana;
harmonisasi kebijakan formulasi tindak pidana.

Kajian kedua harmonisasi tersebut sebaiknya dilakukan dengan mencermati perkembangan ditingkat nasional, regional maupun internasional, karena dunia cyber menyangkut bukan saja kepentingan nasional tetapi regional dan internasional.

Berkaitan dengan harmonisasi materi/substansi tindak pidana, diperlukan masukan dari pakar-pakar dibidang cyber, karena mereka lebih mengetahui perbuatan apa dan bagaimana yang dipandang sangat merugikan atau membahayakan sehingga patut dikriminalisasikan, sedangkan untuk masalah yang berkaitan dengan harmonisasi kebijakan formulasi tindak pidana perlu dikaji apakah kebijakan formulasi/legislasi tindak pidana dibidang teknologi cyber ini dimasukan dalam undang-undang khusus (seperti Rancangan Undang-Undang Cyber Crime, Rancangan Undang-Undang Teknologi Informasi) atau diintegrasikan dalam undang-undang yang berlaku umum (seperti Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

Dalam RUU KUHPidana tahun 2006 telah mengatur masalah-masalah cyber crime:

Penggunaan dan Perusakan Informasi Elektronik dan Domain

Pasal 373

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV, setiap orang yang menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer dan/atau sistem elektronik.

Pasal 374

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II penyelenggara agen elektronik yang tidak menyediakan fitur pada agen elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunaannya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.

Pasal 375
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV setiap orang yang memiliki dan menggunakan nama domain berdasarkan itikad tidak baik melanggar persaingan usaha tidak sehat dan melanggar hak orang lain.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang terkena tindak pidana.
Tanpa Hak Mengakses Komputer dan Sistem Elektronik

Pasal 376

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV setiap orang yang:
menggunakan, mengakses komputer, dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi pertahanan nasional atau hubungan internasional yang dapat meyebabkan gangguan atau bahaya terhadap negara dan/atau hubungan dengan subjek hukum internasional;
melakukan tindakan yang secara tanpa hak yang menyebabkan transmisi dari program, informasi, kode atau perintah komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi negara menjadi rusak;
menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, baik dari dalam maupun luar negeri untuk memperoleh informasi dari komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara;
menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik pemerintah yang dilindungi secara tanpa hak;
menggunakan dan/atau mengakses tanpa hak atau melampaui wewenangnya, komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara, yang mengakibatkan komputer dan/atau sistem elektronik tersebut menjadi rusak;
menggunakan dan/atau mengakses tanpa hak atau melampaui wewenangnya, komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi oleh masyarakat, yang mengakibatkan komputer dan/atau sistem elektronik tersebut menjadi rusak;
mempengaruhi atau mengakibatkan terganggunya komputer dan/atau sistem elektronik yang digunakan oleh pemerintah;
menyebarkan, memperdagangkan, dan/atau memanfaatkan kode akses (password) atau informasi yang serupa dengan hal tersebut, yang dapat digunakan menerobos komputer dan/atau sistem elektronik dengan tujuan menyalahgunakan komputer dan/atau sistem elektronik yang digunakan atau dilindungi oleh pemerintah;
melakukan perbuatan dalam rangka hubungan internasional dengan maksud merusak komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilindungi negara dan berada di wilayah yurisdiksi Indonesia dan ditujukan kepada siapa pun; atau
melakukan perbuatan dalam rangka hubungan internasional dengan maksud merusak komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilindungi negara dan berada di wilayah yurisdiksi Indonesia dan ditujukan kepada siapa pun.

Pasal 377

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Kategori IV dan paling banyak Kategori VI, setiap orang yang menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi milik pemerintah yang karena statusnya harus dirahasiakan atau dilindungi.

Pasal 378

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori VI, setiap orang yang:
menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya dengan maksud memperoleh keuntungan atau memperoleh informasi keuangan dari Bank Sentral, lembaga perbankan atau lembaga keuangan, penerbit kartu kredit, atau kartu pembayaran atau yang mengandung data laporan nasabahnya;
menggunakan data atau mengakses dengan cara apapun kartu kredit atau kartu pembayaran milik orang lain secara tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan;
menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik Bank Sentral, lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan yang dilindungi secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, dengan maksud menyalahgunakan, dan/atau untuk mendapatkan keuntungan daripadanya; atau
menyebarkan, memperdagangkan, dan/atau memanfaatkan kode akses atau informasi yang serupa dengan hal tersebut yang dapat digunakan menerebos komputer dan/atau sistem elektronik dengan tujuan menyalahgunakan yang akibatnya dapat mempengaruhi sistem elektronik Bank Sentral, lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan, serta perniagaan di dalam dan luar negeri.
Pornografi Anak Melalui Komputer

Pasal 379

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda Kategori IV setiap orang yang tanpa hak melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan pornografi anak berupa:
memproduksi pornografi anak dengan tujuan untuk didistribusikan melalui sistem komputer;
menyediakan pornografi anak melalui suatu sistem komputer;
mendistribusikan atau mengirimkan pornografi anak melalui sistem komputer;
membeli pornografi anak melalui suatu sistem komputer untuk diri sendiri atau orang lain; atau
memiliki pornografi anak di dalam suatu sistem komputer atau dalam suatu media penyimpanan data komputer.

Disamping itu Buku Kesatu, Ketentuan Umum RUU KUHPidana, mendefinisikan kata ”masuk”, yaitu: masuk adalah termasuk mengakses komputer atau masuk ke dalam sistem komputer. (Pasal 186)

Sedangkan yang dimaksud dengan sistem komputer adalah suatu alat atau perlengkapan atau suatu perangkat perlengkapan yang saling berhubungan atau terkait satu sama lain, satu atau lebih yang mengikuti suatu program, melakukan prosesing data secara atomatik (Pasal 206).

IV. ATURAN HUKUM FORMIL BERKAITAN DENGAN INTERNET FRAUD
Beberapa hal yang menonjol dari penerapan sistem electronic transaction seperti halnya menggunakan internet pada perbankan adalah berupa paparless document atau digital document yang merupakan document electronik. Iinternet fraud juga menghasilkan document electronic dengan permasalahan pada segi pembuktian document electronic secara yuridis.

Alat bukti melalui teknologi moderen permasalahan keabsahan hukum yakni mengenai sejauhmana dapat digunakan sebagai pembuktian di depan pengadilan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 184 ayat 1 merinci alat bukti terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Ketentuan alat bukti di dalam KUHAP tersebut yang merupakan lex generalis, dapat dikesampingkan dalam hal telah adanya suatu undang-undang yang memuat ketentuan acara khusus seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.

Berkaitan dengan masalah alat bukti, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 antara lain diatur mengenai dokumen-dokumen perusahan yang tidak berupa kertas dan mengenai mikrofilm atau media lainnya dan atau hasil cetaknya yang dapat menjadi alat bukti yang sah. Selanjutnya catatan tersebut ditandatangani oleh pejabat atau pimpinan perusahaan. Catatan yang berupa neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan atau tulisan lain yang menggambarkan neraca dan laba rugi harus dibuat dalam bentuk kertas. Di sisi lain, catatan yang berbentuk rekening, jurnal transaksi harian atau setiap tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu perusahan dibuat diatas kertas atau dalam sarana lainnya. Penggunaan sarana lainnya disini adalah dengan menggunakan alat bantu untuk memproses pembuatan dokumen perusahaan yang sejak semula tidak dibuat di atas kertas, misalnya menggunakan pita magnetik atau disket.

Selanjutnya diatur bahwa dokumen perusahaan baik yang semula dalam bentuk kertas atau bukan kertas dapat dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya. Menurut undang-undang dimaksud beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan ke dalam Mikrofilm atau Media lainnya dan Legalisasi, dokumen perusahaan yang telah dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Hal ini merupakan hal yang baru dalam khasanah alat bukti yang berlaku hingga saat ini, alat bukti yang berupa mikrofilm dan sejenisnya diakui sebagai alat bukti.

Dalam aspek pembuktian, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, sebagian kebutuhan dalam hal pembuktian boleh diakomodir, karena Undang-Undang tersebut memungkinkan dokumen perusahaan yang semula dibuat dalam bentuk bukan kertas seperti disket setelah dialihkan ke dalam mikrofilm, CD Rom, CD Word dan sejenisnya, menjadi alat bukti yang sah.

Demikian hal-hal yang dapat disampaikan dalam makalah ini, dan semoga dapat menjadi bahan yang bermanfaat bagi kepentingan penegak hukum di tanah air kita khususnya dalam penanggulangan internet fraud.

Jumat, 02 Mei 2014

kasus-kasusnya

Seorang Ibu Rumah Tangga Ditipu “Anggota Polri” Lewat FB
Posted on Apr 14 2014 - 6:48am by cakdie
iBerita.com – Facebook adalah media komunikasi yang saat ini populer digunakan oleh ratusan juga penduduk dunia. Di Indonesia, pengguna FB sangat banyak jumlahnya. Dengan FB, para pengguna bisa berteman tanpa harus berjumpa, bertransaksi jual beli atau melakukan komunikasi lainnya atas dasar saling percaya.
Namun, Anda harus hati-hati saat menggunakan FB. Karena jejaring sosial ini juga sering dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan aneka kejahatan. Kejahatan itu dapat berupa berita bohong hingga pidana yang berupa penipuan atau rencana pemerkosaan dan sejenisnya.
Baru-baru ini seorang ibu rumah tangga dari Kabupaten Meranti Riau berhasil ditipu oleh orang yang mengaku sebagai “anggota polri” sehingga mau mentransfer uang 34 juta rupiah. Ibu yang bernama Rahmah Yulis (32) warga Kecamatan Tinggi Tinggi, Kabupaten Meranti, Riau mengaku bahwa ia telah mentransfer uang kepada seseorang kenalannya di FB yang bernama Briptu Kelvin Saputra yang mengaku sebagai anggota polri
Dalam penjelasannya ke polisi, korban mengaku pria kenalannya lewat FB itu menghubungi dirinya pada bulan Februari. Sang pria yang menggunakam seragam Polri Polda Jawa barat dalam foto profil FB-nya tampak meyakinkan Yulis. Akhirnya Yulis mau mentransfer uang sebanyak 7 kali bulan Maret sampai April dengan total 34 juta rupiah. Demikian terang Kapolres Kepulauan Meranti AKBP Z Pandra Arsyad, Minggu (13/4/2014).
Yulis mengaku bahwa dirinya seperti dihipnotis dan baru menyadari usai mendapat telepon dari suaminya yang bekerja di Malaysia. Ia bahkan tidak menyadari apa yang telah ia bicarakan dengan orang yang mengaku “anggota Polri” tersebut. Ia hanya tahu bahwa dia merasa sangat kasihan sehingga dia segera mentransfer. Ia baru sadar uangnya melayang dan akhirnya dia melaporkan ke polisi sebagai korban penipuan.
Saat ini polisi masih mengusut kasus ini. Bagi Anda pengguna FB, sebaiknya hati-hati dengan modus penipuan seperti ini.


Hati-Hati, Jangan Unggah Scan KTP di FB
Posted on Apr 30 2014 - 10:11am by cakdie
iBerita.com – Kejahatan di dunia maya kini semakin marak. Modus operandi yang dilakukan para pelaku kejahatan pun mulai bervariasi. Satu modus terungkap segera muncul modus yang baru. Ruang eksplorasi dunia maya yang terlalu luas harus membuat para pengguna internet berhati-hati, terutama para pengguna jejaring sosial.
Salah satu hal yang seharusnya jangan dilakukan saat melakukan aktivitas online di Facebook adalah mengunggah scan atau fotocopy identitas diri seperti KTP, SIM atau yang lainnya. Hal itu akan sangat rawan di mana identitas kita disalahgunakan untuk tindakan kriminal. Salah satu kejahatan yang mudah dilakukan dengan modus scan KTP atau identitas tadi adalah praktek-praktek penipuan. Celakanya, pelakunya justru mungkin selamat kita yang kena batunya.
Di era teknologi digital yang serba canggih ini, kriminalitas semakin berkembang. Penipuan adalah bentuk tindakan kriminal yang paling populer. Bagaimana tidak, orang yang tidak mengalami pengalaman yang memadai dapat dengan mudah diperdaya dengan berbagai janji-janji manis dari pemilik akun yang sejatinya tidak pernah diketahui identitas aslinya. Dengan mudahnya orang yang tidak punya pengalaman seperti ini percaya waktu ditunjukkan scan KTP atau identitas sah lainnya.
Dalam kepentingan yang lebih besar, KTP akan memudahkan penjahat menggunakan NIK yang tertera untuk melakukan verifikasi pada situs-situs online profesional sehingga mereka dengan leluasa dapat menjalankan aksi kejahatannya. Jika ini berhasil dilakukan oleh penjahat, situs onlinenya akan mengalami masalah dan sudah pasti kita akan menjadi orang yang dipaksa terlibat dalam kasus yang rumit ini.
Maka dari itu, sebaiknya hindari hal-hal semacam ini agar kita tidak terjebak dalam tindakan kriminalitas yang berbahaya.


Penipuan Lewat FB Masih Terjadi, Kali Ini dengan Hipnotis
Posted on Apr 14 2014 - 2:50pm by Ary
iBerita.com – Situs buatan Mark Zuckerberg, Facebook memang masih menjadi social network terpopuler sampai saat ini. Ada banyak hal yang bisa dilakukan orang melalui FB. Mulai dari menemukan teman-teman lama yang tak terhubung, menjalin rekanan dengan partner. atau bahkan melakukan bisnis dengan cara jual beli.
Tetapi ada saja oknum tak bertanggung jawab yang menggunakan FB sebagai media kejahatan. Beberapa waktu lalu seringkali kita dengar kasus menghilangnya anak-anak usia remaja yang menemui teman Facebook tanpa izin kepada orang tuanya. Selain itu, modus penipuan juga semakin beragam membuat setiap pengguna wajib waspada.
Selain modus jualan dengan harga super murah yang mengatasnamakan produk BM (Black Market), penipuan di Facebook bahkan berkembang ke ranah hipnotis.
Seperti dilaporkan BeritaBulukumba, (14/4), Seorang warga Meranti Kabupaten Riau bernama Rahmah Yulis merasa dihipnotis hingga mengucurkan dana sebesar 34 juta rupiah kepada teman FB nya.
Melalui Facbeook, Rahmah dan oknum yang mengaku sebagai anggota Polri bernama Briptu Kelvin Saputra berkomunikasi sejak Februari 2014 lalu. Korban beberapa kali melakukan transfer uang kepada sang penipu, dan baru menyadarinya setelah transfer sebanyak 7 kali.
Kasus penipuan FB ini memang cukup jarang terjadi, karena biasanya penipuan semacam ini tak menggunakan unsur hipnotis. Tetapi hanya gombal-gombal manis yang membuat calon korban terjerat.
Aduan korban tentang kasus penipuan dengan hipnotis ini masih menjadi penyelidikan p0lisi. Pasalnya, pihak berwenang juga merasa aneh karena korban baru menyadari setelah transfer sebanyak 7 kali.
Via : Beritabulukumba


Kamis, 17 April 2014 | 16:21 WIB
Kasus Pornografi Anak Online, Ini Modus Tersangka
TEMPO.CO, Jakarta - Tjandra Adi Gunawan, Manajer Quality Assurance PT KSM, mengaku sebagai dokter reproduksi di media sosial Facebook untuk menjerat anak-anak di bawah umur. Tercatat, enam anak menjadi korban kejahatan yang dilakukan oleh alumni sekolah kedokteran gigi sebuah universitas negeri di Jawa Timur itu.

Untuk menjerat korban, Tjandra memakai nama akun dokter palsu di Facebook dengan nama perempuan Lia Halim. "Yang tampak di Facebook, wanitanya cantik," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Brigadir Jenderal Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu, 16 April 2014.

Sebelum menjerat korban, kata Arief, Tjandra mempelajari profil enam anak-anak tersebut. "Dia lalu invite korban sebagai teman di Facebook dan mengajak korban chat melalui messenger," ujarnya. Setelah itu, Arief menambahkan, Tjandra meminta para korban memfoto alat kelamin dan payudaranya dengan berbagai pose. "Lebih parah lagi, anak-anak ini diminta melakukan masturbasi dan onani," tuturnya.

Tjandra lalu mengirim foto-foto ke akun Facebook orang tua dan guru para korban. Tak hanya Facebook, Tjandra juga menyebarnya di Kaskus. "Dia lalu menggunakan identitas korban untuk mencari korban lainnya," ujar Arief.

Sedangkan tujuan Tjandra mengirim foto ke orang tua korban, menurut Arief, adalah sebagai bentuk pemerasan dan adu domba. "Orang tua dengan orang tua dan orang tua dengan guru. Lalu, orang tua menuduh gurunya yang menyebar foto-foto tersebut," katanya.

Kepolisian juga menduga Tjandra berafiliasi dengan jaringan pedofilia internasional. Sebab, di laptop tersangka ditemukan percakapan dengan sejumlah warga negara asing. "Tersangka menerima tawaran untuk saling tukar dan jual-beli gambar pornografi anak," ujarnya.

Adapun para korban terdiri atas empat siswi pelajar sekolah dasar dan masing-masing satu siswi dan siswa sekolah menengah. "Dampaknya atas kejadian ini, para korban merasa depresi, malu, dan tidak mau sekolah," tutur Arief.

SINGGIH SOARES


Rabu, 16 April 2014 | 20:00 WIB
Sebar 10 Ribu Pornografi Anak, Manajer Ditangkap
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Khusus Ekonomi Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mengungkap kasus pornografi anak di Facebook dan Kaskus. Kasus yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur itu, menimpa enam anak di bawah umur.

Kepala Direktorat Tindak Pidana Khusus Ekonomi Bareskrim Polri Brigadir Arief Sulistyanto mengatakan kasus ini terungkap setelah salah satu orang tua korban melapor ke Polda Jawa Timur pada 29 November 2013. Lantaran penyelidikan tak kunjung mendapat kesimpulan, mereka kembali melapor pada 12 FebruarI 2014.

"Sampai 26 Februari 2014 belum juga ada perkembangan," kata Arief di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu 16 April 2014. Pada 5 Maret lalu, lanjut Arief, orang tua korban kembali berdiskusi dengan kepolisian. "Dari informasi itu, kami bentuk tim untuk mulai melakukan penyelidikan secara online."

Selang dua hari, Arief menjelaskan, Bareskrim Polri menurunkan tim cyber crime ke Surabaya. Tim ini berkoordinasi dengan keluarga korban, Kaskus, dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Menurut Arief, tim kesulitan mencari tersangka lantaran dia menggunakan identitas palsu.

"Pada minggu kedua, tim berhasil mengidentifikasi pelaku yang kemungkinan bekerja di sebuah perusahaan karena identitas pelaku aktif di perusahaan itu," ujar Arief. Pada 24 Maret lalu, Arief meneruskan, tim menggerebek pelaku di PT KSM. Akhirnya, Tjandra Adi Gunawan, manajer PT KSM, ditetapkan sebagai tersangka.

Dari tersangka, tim cyber crime menyita sejumlah barang bukti, yakni dua unit laptop, tiga telepon genggam, satu modem, dan lima flashdisk. "Kami meyakini pelaku inilah yang melakukan kejahatan ini. Kami membawa pelaku ke Jakarta, 26 Maret," tutur Arief. Tersangka dituduh menyebar 10.236 foto pornografi anak ke Facebook dan Kaskus.

Tersangka, kata Arief, dijerat dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi dan Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 52 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Arief menyatakan tersangka terancam hukuman 12 tahun dan denda sebanyak Rp 6 miliar serta ditambah sepertiga dari maksimum ancaman pidana, "Karena pelaku melibatkan anak-anak dalam kegiatan atau menjadikan anak sebagai objek."

Adapun para korban terdiri atas empat siswi pelajar sekolah dasar serta satu siswi dan satu siswa pelajar sekolah menengah. "Dampaknya atas kejadian ini, para korban merasa depresi, malu dan tidak mau sekolah," ucap Arief.

SINGGIH SOARES

Jenis-jenis cyber crime

Jenis-jenis Cyber Crime

Unauthorized Access to Computer System and Service, Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya
Illegal Contents, Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
Data Forger, Kejahatan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
Cyber Espionage, Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran.
Cyber Sabotage, and Extortion, Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
Offense against Intelectual Property, Kejahatan ini ditunjukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di internet.
Infregments of Privacy, kejahatan yang ditunjukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized.
Penyebaran Virus Secara Sengaja, Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
Cyberstalking, Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer.
Hacking dan Cracker, Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker.
Cybersquatting and Typosquatting, Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
Cyber Terorism, Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer.

Motif Kegiatan
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut :
a. Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.
b. Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya. reverensi:


sumber:
http://freezcha.wordpress.com/
http://www.ubb.ac.id/







Pengertian Cyber Crime

Cybercrime
Masalah cyber crime tidak lepas dari permasalahan keamanan jaringan komputer dan keamanan informasi dalam berbasis intenet. cyber crime ini muncul seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang beitu cepat. untuk lebih memahami tentang cyber crime maka akan dibahas dibawah ini.

Pengertian Cybercrime

Tindak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi computer yang terhubung dengan internet sebagai alat kejahatan utama dan termasuk perbuatan melanggar hukum. contoh dari cyber crime antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.

Karakteristik Cybercrime
Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis kejahatan sebagai berikut:

Kejahatan kerah biru (blue collar crime), Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain
Kejahatan kerah putih (white collar crime), Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu.

Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut:

- Ruang lingkup kejahatan
- Sifat kejahatan
- Pelaku kejahatan
- Modus Kejahatan
- Jenis kerugian yang ditimbulkan